Rabu, 27 November 2013

STOP BASA-BASI!

1. Seperti judulnya "stop basa-basi", oke disini saya gak nutup-nutupin apapun. Saya muntahin semua disini, bukan bertujuan untuk mencuci otak kalian ataupun berkhotbah dengan tulisan-tulisan basi saya ini. Melainkan saya memberi sedikit opini di blog personal saya ini yang baru beberapa tahun lalu saya bikin dengan iseng. Untuk sekedar beropini dan mengobrol dengan blog, terlihat seperti orang gila mungkin ngobrol dengan blog. Ya mungkin saya sudah gila tapi saya ada beberapa alasan kenapa saya memilih blog sebagai revrensi setelah orang tua dan teman-teman saya untuk bercerita sedikit. Pertama : Setiap orang mempunyai cara berpikir yang berbeda dengan saya sebaliknya juga mungkin saya juga memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang lain diluar sana. Males dan menyebalkan sekali jika mengobrol dengan orang yang berbeda jalan pikirannya dengan saya.
Kedua : Bacot saya tidak akan berbusa jika mengobrol dengan blog seperti ini. Berbeda jika dengan kalian mungkin saya akan mati perlahan jika kalian tidak mengetahui atau tidak mengerti apa yang saya makasud kan disini.

2. Saya tak habis pikir jika ada yang beropini bahwa saya hanya sekedar pamer sok gaya-gayaan ataupun banyak aturan di blog ini. Ini seperti fanzine saya bebas beropini, dan jika kalian membenci saya ataupun yang saya tulis, tidak seharusnya kalian mampir disini. Pergunakanlah waktu berharga kalian untuk hal-hal lain yang lebih penting. sesederhana itu.

3. Pendapat itu kaya pantat. Semua orang punya satu. Saya tidak mengklaim diri saya paling hebat, paling pintar. Saya terlahir di lingkungan sederhana jauh dari kemewahan dan semacemnya. Saya bergaul sama siapa saja besar kecil kaya miskin bagi saya sama saja sekalipun itu anak Punk. Dari situ saya banyak mendapatkan pelajaran pengetahuan, sedikit banyak berjasa membentuk saya sampai hari ini. Memang benar sekali kata-kata ini "jalanan sekolahku" tidak hanya di sekolah kita dapat belajar di jalananpun kita dapat belajar dan walaupun mungkin agak berbeda. Dan mungkin saya memberi sediki konstribusi balik terhadap mereka "Punk" yaitu berbagai nilai-nilai sedikit apa yang saya pahami. Mungkin punk adalah pilihan hidup, dimana pilihan itu sudah seharusnya datang dengan konsekuensi yang sudah di perkirakan. Dimana layaknya sebuah pilihan harus di pertahankan oleh mereka-mereka yang yakin dengan pilihannya.

4. Saya sangat muak dengan pemerintahan dan sistem-sistem otoriter di negeri ini. Saya tidak sendirian saya yakin banyak orang yang sependapat dengan saya, yang dirugikan dengan sistem-sistem seperti ini. Saya ingat jelas ada salah satu lagu band punk "Kopral kobong" yang benar-benar menolak keras pemerintahan di negara ini. "Boikot Pemilu" kurang lebih seperti ini liriknya : "Mari kita bergandeng tangan, kepalkan tangan dan siap tuk melawan. Boikot semua bentuk pemilu, karena tak perlu banyak korban baru. Cobalah liat contoh di Maluku, pendukung saling bunuh demi nafsu, apakah ini pantas untuk terjadi jika semua rakyat siap untuk mati." kurang lebih seperti itu liriknya. Itu sudah jelas mereka sangat menolak keras!
kembali lagi. contoh saja beberapa bulan atau tahun lalu ketua menpora Andi malarangeng yang seharusnya mengayomi memberikan contoh dan perubahan yang lebih baik di sektor olah raga Indonesia malah mengkorupsi uang yang seharusnya untuk biaya pembaunan infrastruktur tempat olah raga. wajar saja Indonesia masuk dalam kategori negara terkorup di dunia. FUCK OFF!
5. Sangat memuakan kalau berbicara tentang aparat orang yang di bilang pelindung dan mengayomi masyarakat. Itu nihil, itu hanya omong kosong.
Jujur saya saya non-kooperatif dengan aparat. Kenapa?  terlalu bertindak sesukanya! ntah benar atau salah, itu menurut saya, menurut kalian lain itu hak kalian bodo amat, mungkin saya memiliki individualisme yang tinggi sehingga mungkin saya sedikit berbeda dengan kalian. 

6. Menjadi diri sendiri itu sudah paling benar dari pada cuman jadi sorang pengikut. Itu mengingatkan untuk meyakini pilihan kita sendiri. Apapun itu!
Apapun yang kalian yakini jalani kalau nggak ya tinggalkan. Begitu juga seperti keyakinan beribadah jika kalian yakin menjalani hidup tanpa keimana menjadikan kalian nyaman dengan apa yang kalian lakukan. Mengapa harus mendengar petuah yang kalian sendiri tidak yakini.

Minggu, 24 November 2013

Zine : ”Sebuah Media Alternatif Sebagai Sarana Perayaan Kebebasan Untuk Menulis”



Zine secara garis besar adalah sebuah media alternatif non komersial/non profit  yang di publikasikan sendiri oleh penulisnya, dikerjakan secara non konvensional (dalah hal ini tidak ada deadline yang mengikat, tata bahasa yang seringnya tidak baku, menggunakan lay out yang sebisanya) dan diproduksi biasanya melalui proses fotokopi atau cetak sederhana. Dalam hal ini sirkulasi zine juga terbatas di bawah 5000 eksemplar walaupun pada kenyataannya sering kurang dari 1000 eksemplar.
Zine seringnya tidak dijual, kalaupun di jual harganya hanya sebatas harga foto kopi. Sementara di kalangan para pembuat zine berlaku sistem trade/barter zine maupun iklan zine.
Fanzine  adalah kategori tertua dari zine sehingga mungkin banyak orang yang menganggap semua zine adalah fanzine. Secara sederhana fanzine adalah sebuah media publikasi antar penggemar/fans untuk mendiskusikan nuansa berbagai macam kultur dalam sebuah media. Fanzine sendiri dikelompokkan dalam beberapa bagian seperti: fanzine fiksi ilmiah, musik, olahraga, televisi,film dan lain lain.
Sementara itu selain fanzine, zine sendiri juga terdapat beberapa macam, semisal zine personal, yang di bagi lagi menjadi zine politis dengan P besar dan p kecil, dimana di dalamnya terdapat zine personal atau perzine, zine scene, zine network, zine kultur horor dan luar angkasa, zine agama dan kepercayaan,zine seks, zine kesehatan, zine perjalanan, zine sastra, zine seni serta masih banyak lagi.
Kebanyakan karakter orang yang membuat zine di era awal perkembangan zine di US adalah mereka-mereka yang kebanyakan merupakan orang-orang yang di kucilkan oleh lingkungannya, orang-orang aneh, kutubuku, serta kurang pergaulan. Mereka menyatakan kehidupannya yang menyedihkan dan membuat segala hal tentang diri mereka yang tidak nampak tadi menjadi sebuah wujud yang begitu jelas di depan orang banyak melalui zine mereka. Maka tidaklah mengherankan jika zine muncul pertama kali di kalangan  penggemar fiksi ilmiah, dimana kebanyakan dari mereka mempunyai kepandaian di atas rata rata tetapi kemampuan bersosialisasinya kurang.
Seperti juga zine Punk yang pertama kali di terbitkan oleh Legs McNeil, yang menjelaskan bahwa Punk adalah apa yang sering di katakan oleh guru guru kita dari dulu kalau kita tidak pernah cukup berharga untuk apapun di hidup ini.
Istilah zine (dibaca: zi'n) sendiri di ciptakan oleh seorang editor zine science fiction, Detours, Russ Chauvenet pada edisinya di bulan Oktober 1940.
Zine diambil dari kata "magazine" dimana kata "maga: dihilangkan untuk membedakannya dengan majalah yang konvensional. Sebelum istilah zine ditemukan, Benjamin Franklin pada abad ke-18 pernah membuat sebuah jurnal yang di bagikan gratis kepada pasien dan staff rumah sakit di Pennsylvania, ini juga bisa disebut sebagai zine pertama di dunia karena berhasil menangkap essensi dari filosophy dan arti zine di kemudian hari.
Zine sendiri pada masa-masa awal menggunakan tehnik cetak sederhana, dengan menggunakan mesin photokopi, cetak toko,  mimeograph, mesin ketik manual, hectograph, bahkan tulisan tangan. Lay out zine pun tidak ada standar baku yang diterapkan, ada yang memakai program komputer (biasanya photoshop atau corel draw), di gambar sendiri artworknya atau tehnik yang paling populer di kalangan zine maker, cut and paste, yaitu menggunting dan menempelkan isi zine tersebut dengan lay out guntingan gambar dari majalah/koran lain.
Zine memang pada awal kemunculannya berkembang dari komunitas science fiction. Pada awalnya hal ini bermula dari sebuah majalah science pertama di US, Amazing Stories (1926), yang mana sang editor Hugo Gernsback memuat sebuah kolom yang berisi surat pembaca yang mana disitu juga di tulis alamat para pembuat surat pembaca tersebut. Kemudian para pembacanya mulai saling berkoresponden melalui majalah ini, inilah yang kemudian mengilhami terbentuknya zine science fiction.
Zine science fiction pertama adalah The Comet di tahun 1930, yang diterbitkan oleh the Science Correspondence Club di Chicago yang di editori oleh Raymond A. Palmer dan Walter Dennis. Dari sini kemudian mucul cabang cabang baru zine yang berasal dari komuntas science fiction.
Akhir 1930an, komunitas science fiction mulai banyak berdiskusi tentang komik, tapi baru di Oktober 1947 muncul zine komik pertama yaitu The Comic Collector's News yang di buat oleh Malcolm Willits dan Jim Bradley.
Lalu di awal tahun 1960an muncul zine jenis baru dari komunitas science fiction yaitu zine film horror yang pertama di buat oleh Tom Reamy, yaitu Trumpet (San Fransisco).
Di pertengahan 1960an, banyak penggemar science fiction dan komik yang ternyata menemukan kesamaan interest pada musik rock dan kemudian lahirlah zine musik rock seperti Crawdaddy (1966) yang di editori oleh Paul William yang berasal dari California, yang malah kemudian menjadi sebuah majalah musik yang professional. Kemudian pada tahun dan kota yang sama muncul zine Mojo Navigator yang di editori oleh Greg Shaw, yang mana pada tahun 1970 dia juga membuat zine Who Put The Bomb? dimana para kontributor zine ini kemudian banyak yang menjadi jurnalis musik kaliber internasional, seperti Lester Bangs, Greil Marcus, Dave Marsh, Mike Saunders dll. Sebuah zine yang mengulas tentang zine lain juga muncul dengan nama Factsheet Five yang di editori oleh Mike Gunderloy.
Baru pada pertengahan 1970an zine punk hadir bersamaan dengan munculnya musik punk, dimana essensi zine sangat sesuai dengan spirit dari punk itu sendiri. Zine punk pertama lahir di London, UK pada 4 juli 1976 bersamaan dengan debut Ramones, yaitu zine Sniffin' Glue yang di editori oleh Mark Perry. Lalu tahun selanjutnya baru muncul di USA, yaitu Slash dan Flipside (LA) serta kemudian ada Maximum RocknRoll yang kemudian sangat berpengaruh terhadap scene punk tetapi sekarang sudah berubah menjadi sebuah majalah musik professional. Dan dimulailah bermunculannya zine-zine yang mengakar pada scene punk, sperti Punk Planet, profane Existance, slug and lettuce, Heart Attack dll.
Mulailah zine menjadi lebih dikenal di komunitas komunitas musik lainnya, bahkan jarang ada yang tahu bahwa awalnya zine bukanlah berasal dari komunitas musik. Isi dari zine pun sudah mulai banyak variasinya, mulai dari musik, politik, film, hobi, agama, game, olah raga sampai personal (diary). Di akhir tahun 1990an zine seakan menghilang, seiring dengan pemakaian internet yang seakan menggantikan penggunaan zine sebagai ekspresi media personal, terutama dengan feature bloggingnya. Banyak juga zine yang berubah menjadi webzine (zine yang di upload di internet) seperti misalnya webzine Boingboing, Dead Sparrow, Noise Attack dll.
Pada perkembangan selanjutnya banyak bermunculan toko buku besar yang juga menyediakan zine seperti Cafe Royal (Melbourne), Reading Frenzy (Portland, USA), Quimby's (Chicago) . Perpustakaan besar di luar negri pun banyak yang menyediakn zine, seperti: Salt Lake City Public Library, Multnomah County Library (Portland) serta The San Fransisco Public Library yang notabene merupakan tiga perpustakaan besar di USA. Universitas pun tidak mau ketinggalan, misalnya di: Duke University , Barnard College Library, San Diego State University, De Paul University.
Ada juga perpustakaan yang isinya hanya menyediakan zine: ABC No Rio Zine Library (NY), The Zine Archive and Publishing Project (Seattle), The Independent Publishing Resource Center (Portland), The Hamilton Zine Library (Kanada), The Copy & Destroy zine Library (Australia).
Untuk event pameran, workshop dan simposium tentang zine pun banyak terdapat, misalnya: The 24 Hour Zine Thing, THe Philly Zine Fest dan the Portland Zine Symposium (USA), Canzine dan North Of Nowhere (Kanada), The Manchester zine fest dan The London Zine Symposium (Inggris), Independent Press and Zine Fair dan Make It Up zine Fair (Australia), Zinefest Mulheim (Jerman).
Zine sendiri masuk di Indonesia hampir bersamaan dengan masuknya musik punk sekitar awal 1990an, karena memang zine pada waktu itu identik dengan musik punk. tetapi zine bikinan anak indonesia sendiri mulai ada sekitar akhir 1990an, yang masih berkutat di scene musik hardcorepunk atau juga politik (yang tentu saja masih berhubungan dengan hardcorepunk juga).
Sebut zine zine seperti dari Bandung ada Tiga Belas zine (bikinan Arian 13,Puppen dan Seringai yang kemudian bekerja di majalah MTV Traxx ), Membakar Batas dan Gandhi Telah Mati (oleh Ucok Homicide), Mindblast (Malang), Urban (bikinan seorang dosen skinhead Jakarta, Een), Brainwashed (Wendy yang sekarang menjadi editor in chief-nya Rollingstone Indonesia, Jakarta) dll.
Baru kemudian di awal tahun 2000an muncul zine zine yang lebih variatif dan bersifat lebih personal seperti Rebellioussickness (zine musik dalam perspektif personal dari Bekasi), Eve (mengulas indiepop), Akal Bulus (curhat) ,  Puncak Muak dan Setara Mata (keduanya dibikin oleh mama zine Jakarta/Ika Vantiani yang juga membuka Peniti Pink, Jakarta), Vandal Boarder (zine tentang skateboard dr Bandung), Pingsan (Semarang,editornya kemudian menjadi editor Mosh Magz), Mati gaya (zine yang mengulas ide-ide tentang suicide dan agnosticism dari Jogjakarta), Kontrol Diri (Bogor) dan masih banyak lagi.
Pada perkembangannya kemudian, muncul webzine  di Indonesia seperti Innergarden, Rock Is Not Dead, Dead Media (yang fokus ke podcast/streaming), Indogrind (Jogja), Semarang On Fire (Semarang), Dapur Letter, Death RockStar, Wasted Rockers (Bandung/Jakarta, awalnya berformat newsletter) , kemudian juga PDF zine (zine berformat PDF yang di distribusikan lewat email) seperti Euphoria PDF zine. Akan tetapi munculnya webzine dan PDF zine sendiri kadang menimbulkan kontroversi bagi para pemuja zine yang menyukai format cetak karena dianggap mematikan sisi manusiawi/personalnya.
Dengan adanya perkembangan zine tersebut, mulai banyak juga tempat yang menyediakan diri sebagai sebuah tempat distribusi atau perpustakaan zine, semisal di Jakarta ada (Peniti Pink, sebuah tempat yang komplit memuat banyak hal mulai dari distro, tattoo studio, distribusi zine, Food Not Bomb Jkt dll), Zine For All (sebuah perpustakaan zine yang nantinya juga akan membuat sebuah simposium zine) , Legacy Wear , di Depok ada Teriak Records (yang juga sebuah records label sekaligus distributor zine), Sophie Martil (sebuah taman bacaan di Palembang yang juga memuat zine di dalamnya), Kongsi jahat Syndicate (event organizer dan lapak di Jogja yang sekaligus juga mendistribusikan zine), Cookie Freaks (sebuah cafe baru di Jogja yang juga mendistribusikan zine serta rilisan), Menikam Maut (distro hardcorepunk di Solo yang juga mendistribusikan zine), Anak Muda produktionz (distributor zine di Bandung yang juga sering mengorganisir gig hardcorepunk), Mata mata (sebuah kolektif di baru di Bandung yang mendistribusikan zine), Remains (distro di Bandung yang juga mendistribusikan bahan bacaan termasuk zine), Garasi 337 (distro hardcorepunk & zine di Surabaya) dan masih banyak lagi terdapat zine serta tempat pendistribusian zine yang seringnya hanya berawal dari trade antar zinemaker.
Zine hari ini telah semakin berkembang pesat di kota kota di Indonesia. Hampir di setiap kota yang memiliki scene underground pasti juga memiliki zine yang kebanyakan memang dibuat oleh anak anak di scene tersebut, walaupun ada juga beberapa unit kegiatan kampus yang membuat media yang memiliki kesamaan karakter dengan zine.
Di Jogjakarta, perkembangan zine sendiri di mulai sekitar akhir 1990an dimana zine-zine pada saat itu berkutat pada wilayah seni grafis/komik yang dicampur dengan politik, semisal yang berasal dari lembaga kerakyatan Taring padi, Terompet Rakyat zine . Baru kemudian muncul zine-zine yang berasal dari scene hardcore, punk & skinhead yang tentu saja lebih membahas ke musik dan gaya hidup scene tersebut, contoh : Fight Back zine (bikinan agHus Hands Upon Salvation/KongsiJahatSyndicate) dan Bajingan (bikinan Wowok net label YesNoWave).
Fight Back zine kemudian berhasil memunculkan zine-zine lain yang kebanyakan editornya adalah kontributor di Fight Back zine, misalnya Betterday (berasal dari komunitas straight edge), Karang Malang Straight (yang tetap konsisten dengan konsep vegan dan straight edge), Innergarden (zine tentang hardcore dan straight edge yang mempunya 2 versi, satu versi photokopi dan satunya webzine).
Dari scene hardcorepunk pula muncul zine-zine yang sifatnya personal, di mulai oleh Mati Gaya zine (bertema depresif,ide ide suicide dan agnosticism) dan kemudian diikuti oleh My Own world (lebih ke dunia cewek dan musik hardcore), Happy Funeral (zine bikinan anak Situbondo yang kuliah di Jogja), Bukan (bikinan anak Aceh yang kuliah di Jogja),  Puisi Tak Bertuhan (puisi puisi personal), Overture (straight edge dan musik hardcore dalam perspektif personal cewek) dan Carven Secret (puisi puisi).
Dari scene metal juga muncul Human Waste zine dan Mutted Diction Newsletter. Dari ranah indiepop muncul Shine zine (2001), newsletter Rise, Reveal  dan kemudian yang paling baru Lightning Sheets zine.
Dari scene musik Blues kota Jogja lahir pula Blues zine yang sudah rilis 4 edisi. Kemudian dari scene punkrock ada Ancaman Arogan (hanya muncul 1 edisi),serta For The Dummies yang terbit versi photokopi dan di blog myspace band The Frankenstone.
Para komikus pun tak ketinggalan dengan membuat komik underground yang sebenarnya juga memakai essensi dan cara dari zine, yang berbeda spirit & hasilnya dengan komik mainstream. Ambil contoh kompilasi komik komik yang di produksi oleh komunitas Daging Tumbuh (2002, yang barusan juga membuka sebuah toko untuk zine komik), Gegabah, Melawan Mesin Fotokopi dll.
Sementara beberapa media seperti: Issue, Outskirt Voising dan D.A.B sendiri berdiri di tengah tengah antara zine dan magazine, atau lebih tepatnya di sebut pro-zine (professional zine, sebuah istilah yang juga di temukan oleh Russ Chauvenet) karena dari segi isi dan kapasitas para kontributor serta para editornya (yang notabene berasal dari scene musik cutting edge Jogja sendiri), masih bisa disebut zine tapi dari segi manajemen (pengelolaan) serta tampilan lebih ke magazine.
Zine baik dari segi fisik maupun isi sangatlah cocok sebagi media personal yang juga bertindak sebagai media counter culture dari majalah kebanyakan (professional). Dalam pembuatan zine pun disini kita lebih mementingkan pada keasyikan dalam proses membuatnya ketimbang hasil akhir yang di dapat. Kepuasan akan pencarian bentuk-bentuk lain dari yang sudah ada sebelumnya, yang selama ini seakan telah menjadi sebuah bentuk baku yang di standarisasi oleh pemikiran mainstream bahwa sebuah bacaan itu harus seperti ini, itu dan lain sebagainya.
Bahkan sampai pada titik puncak dimana para zine-maker pun sepakat bahwa untuk membuat sebuah bacaan (dalam hal ini zine) adalah suatu hal yang mudah, siapapun bisa dan tidak harus menyesuaikan dengan kaidah-kaidah tata bahasa yang baku, tehnik layout yang keren serta tetek bengek jurnalisme. Kemudian muncul slogan-slogan yang mendukung hal itu, seperti: membuat zine itu gampang, buat baca bagi, copy and destroy, zine for all dll.
Untuk mengenalkan kembali tradisi zine di Jogja, dimana zine sendiri semakin menghilang dengan berpindahnya para editor beberapa zine ke luar kota, maka  kemudian di gagaslah sebuah pameran zine, yang sudah di gelar 2 kali, pertama bergabung dengan event musik Hardcore tahunan One Familly One Brotherhood #6 pada tahun 2007 di Kedai Kebun Forum, kemudian mulai berdiri sendiri melalui event pertama Jogjakarta Zine Attak pada tahun 2008 di Kinoki. Rencananya Jogjakarta Zine Attak! #2 akan di gelar bersamaan dengan launching pemutaran dvd tentang Yogyakarta Hardcore.
Pameran ini bertujuan untuk mengenalkan sebuah media alternatif bagi teman teman yang saat ini mungkin sudah lelah dengan format media yang terlalu baku dan kaku, atau juga bagi mereka yang ingin mencari sebuah bentuk lain, bentuk non formal dari media yang selama ini hanya itu itu saja. Pada pameran ini juga di harapkan bahwa nantinya juga bakal ada yang mau membuat zine mereka sendiri, menulis semua ide ide mereka ke dalam suatu bentuk media alternatif yang bersifat personal ini. So start your own zine!!! (Indra Menus) FANTASI LIAR #2

Jumat, 22 November 2013

PENDAPAT SEDERHANA SOAL #PAYTOPLAY #PROMUSISI

Di Twitter lagi ramai soal #promusisi dan #paytoplay . Intinya: jika ada orang/sekelompok orang hendak mengadakan gigs, maka mereka seharusnya membayar band yang mereka ajak main. Bukan sebaliknya, band yang bayar di gigs yang diadakan. Karena pertama: tidak semua band berasal dari orang mampu atau selalu ada uang lebih untuk bayar patungan band / register, kata mereka. Kedua, band memiliki hak sebagai musisi sehingga pantas untuk dihargai, dengan cara membayar mereka, ga sekedar ucapan thank you, dan juga dengan cara membeli rilisan,dan lain-lain. Ketiga, agar pengelola gigs ga males2an, ga enak2an dan justru lebih giat nyari dana untuk ngadain gigs bukan ngebebanin band dg biaya. Pay to play. Keempat, sebuah doa untuk semua gigs kolektif agar musnah.
Okay.
Pertama, poin keempat yang saya sebutin diatas adalah hal yang pertama mereka sebut. Darisini aja sebenernya udah ada mis komunikasi. Sangat aneh dengan kalimat gigs kolektif agar musnah, tetapi kemudian tweetnya memaparkan gig yang kalo diperatiin adalah harapan agar gigs kolektif berubah menjadi gigs mainstream (katakanlah demikian). Seperti band harus dibayar, dan bla bla bla. Ini sangat jamak. Tweetnya udah salah sasaran. Ya karena gigs kolektif ya memang demikian, pengadaan acaranya secara kolektif bersama kawan2, dan band yang main juga turut kolektifan. Kolektifan band bukan register. Bukan berarti kamu ga ada uang maka ga bisa main. Tetapi, gigs kolektif adalah gigs yang dibangun karena persaudaraan, belajar bersama, dan keinginan bersama untuk memperluas jaringan dll. Umpama band patungan 100rb perban (sepengetahuan saya 100rb ini paling tinggi patungan band), band berjumalh 5 orang alah per orang 20rb. Atau per band jumlah 4 org ya tinggal dibagi.
Ibaratnya gini, sebuah gigs kolektif memiliki kas hasil kawan2 patungan selama ini sebesar 1juta. Untuk mengadakan gigs kita keluar biaya 3juta. Darimana dapet 2juta ini? Pertama band turut membantu jalannya sebuah gigs, kedua temen2 yang hadir juga turut membantu atas tiket. Itupun kalau hasilnya bisa dapet 2juta malah sering norok, ujung2nya kawan2 yang ngadain gigs yang muter otak cara nutupin 2juta itu. Masih nyebut yang organisir gigs kolektif males2an?
Kedua, gigs kolektif tujuannya adalah belajar mengorganisir diri bersama kawan2, belajar untuk berkata ‘hey sponsor, tanpa kamu kita bisa bikin acara. Meski rugi, tapi kita ga akan kapok dan masih bisa seneng2.’ Juga untuk berkata ‘ngapain kamu ngemis minta main di panggung megah ketika temen2mu bisa bikinin kamu gigs? Meski ga megah2 banget.” Jadi, jika keadaannya demikian, maka siapa yang ga support siapa?
Ketiga, musisi itu yang bagaimana sih? Kan ga semua orang yang bisa main alat musik disebut musisi. Kalau gitu, andika kangen band dia udah nyanyi dan bandnya udah dapet penghargaan plus rambutnya yang jadi trendsetter itu bisa disebut musisi? Kamu promusisi yang kek gitu juga atau kalian punya kategori musisi sendiri? Kalau promusisi dan pengen diapresiasi dengan cara bandmu dibayar ya mungkin kamu salah masuk gigs. Kamu harusnya masuk ke gigs sponsor rokok, atau yamaha, atau xl, dll. Itupun kalau bandmu diajakin, kalau ga, ya legowo. Sekalian masuk ke major label, dan gantungkanlah harapan bahwa menjadi musisi bisa menghasilkan uang, kelak banyak yang akan bercita2 menjadi musisi. Ga ada yang salah dengan menjadi musisi kok, tapi ketika bicara gigs kolektif ya maaf, disana ga ada yang namanya musisi / artist dll.
Keempat, ini pendapat pribadi saja :D . Jangan diseriusin karena saya yakin mereka ngetweet itu pun ga serius. Kalo serius, mereka pasti bisa ngebedain gig kolektif atau ga. Dan doa mereka agar gig kolektif musnah, akan diganti menjadi ‘semoga gig kolektif bisa berubah menjadi gig mainstrem’. Dan saya yakin dengan 10 tahun berada di scene yang mereka bilang, 10 tahun itu sampai sekarang masih berdoa gig kolektif musnah. Artinya, gig kolektif ga akan musnah.

Jumat, 15 November 2013

Happy Anniversary 19th

Flash back sebentar... dulu masih suka di gendong di suapin, jalan-jalan sama orang tua dan yang lainya lah haha
Tapi sadar sekarang udah dewasa dan bukan anak kecil lagi 19th bung! itu umur yang udah cukup untuk berjuang hidup bukan merasakannya lagi. Berbagai rasa enak, sedih, bahagia udah kenyang rasanya. Tapi kembali lagi selagi saya masih di ijinin Tuhan untuk bernafas untuk menghirup udara yang penuh polusi ini. Saya akan selalu berusaha untuk dapetin apa yang saya inginin, intinya berjuang gitulah...
Hingga saya bertambah besar sampai sekarang ini yang terkadang juga masih membantah orang yang ngelahirin saya "Orang Tua". Ya, namanya saja manusia saya jujur aja disini manusia memiliki ego masing-masing rasa ngin paling menang paling benar yang tinggi apalagi apalagi dengan umur saya yang masih di bawah 20 tahun. Tapi marah/emosi disini tergantung juga, ya kalau emang saya benar ya wajar kalau salah itu baru gak wajar. Iya gak?
Ngomong-ngomong lagi nih udah segede gini masih aja sendiri itu gak enak sih sebenernya *maaf curhat dikit* Aaah tapi saya percaya sama Tuhan. Kalau emang belum saat ya mau gimana lagi. sabar jalan satu-satunya. Toh saya juga masih asik main dan bekerja buat ngumpulin masa depan saya buat jodoh saya kelak. Ya tepat hari ini  hari sabtu 16 November 2013 saya berumur 19th. Banyak do'a dan harapannya dari temen-temen socmed ataupun temen main ya semoga do'anya yang baik-baik terkabul, yang terpenting tetep sehat aja dan gak nyusahin orang tua aja hehehe
Oke. Gitu aja ya terimakasih semuanya {}

Senin, 04 November 2013

Project yang harus di pending

OTAKBERISIKZine

Salam kenal dan selamat membaca ini sebenarnya sebuah rencana yang pengen banget bisa terwujud adalah OTAKBRISIKZine. Kenapa namanya “otakberisik zine?” gini sedikit cerita singkatnya…ini sebenernya arti dari nama band gue saat ini “NOISEBRAIN” kalau di artikan dalam bahasa Indonesia berarti Otak Berisik. Kenapa pakai nama itu? singkat aja bingung kalau harus nyari nama lagi hahaha
Kembali ke inti kenapa gue punya inisiatif membuat zine? Gue seneng banget membaca (tergantung apa yang di baca juga sih kalau keliatan menarik ya lanjutin kalau gak menarik ya gak di baca) hahaha
Yap! Oke ini rencananya adalah sebuah zine dari kota kecil di Jawa Timur. Kediri tepatnya, ini sebenarnya pengen gue aplikasikan buat sekedar project sampingan. Kenapa gue bilang sampingan? Ya, memang waktu gue di habiskan di tempat kerja bisa di bilang tiada waktu tanpa bekerja haha.
Kembali lagi, kenapa gue mempunyai rencana atau pemikiran untuk membuat sebuah zine ini dan buat apa? bukan gue sok pinter sok tau atau belagu atau sekedar buat gaya-gayaan. Bukan! sebagai orang normal pada umumnya, jika otak dan pikiran kita terlalu di porsir berlebih efeknya akan stres. Bener nggak? dan ini mungkin cara gue untuk merifresh otak gue biar gak stres. Disela-sela kerja, gue iseng atau biar keliatan pinter lah “memanfaatkan waktu luang” nulis-nulis dan rencannya pengen membuat sebuah zine. Buat apa? buat di baca sendiri, tapi juga tidak menutup kemungkinan untuk di baca orang lain. Tapi sayang terbentur waktu, biaya dan semacemnya. Dan jika mungkin ini bisa terwujud, 2013 adalah tahun pertama zine ini rilis. Bermodal apa? Bermodal nekat hahaha. Tapi kesempatan belum habis kok masih banyak waktu ntah bisa rilis 2014 atau kapan gak jadi masalah namanya juga pemula masih butuh belajar. Kalau nganggur gue kerjain kalau sibuk ya gue pending dulu project suka-sukalah ini namanya wkwk. Dan jika seandainya bisa rilis gue berharap dengan munculnya OxBzine ini pertama yang jelas bisa di terima dulu kedua bisa lebih menambah wawasan kalian tentang music, tokoh, sosial, politik dan sebagainya. Disini gue pengen berusaha untuk memberikan sesuatu yang beda dan tentunya bisa kalian ambil  hal positifnya terutama tentang musik, kehidupan sosial, tokoh dan apa yang memungkinkan kalian harus tau yang terjadi di sekitar kita bahwa dunia ini gak lagi baik-baik aja asiiiik...Ini zine adalah project zine pertama gue, gue berharap zine ini dapat di terima di kalangan masyarakat tanpa terkecuali ]atau temen-temen gue dulu lah. Mungkin ini hanya lembaran-lembaran kertas dan tulisan dengan gambar berwarna hitam dan putih. Tapi bagi gue disini cover dengan warna yang mencolok tidak begitu berpengaruh mungkin sebagian menganggap sangat berpengaruh untuk daya tarik sang pembaca tapi yang kita kedepankan disini bukan hanya mewahnya cover tapi yang pengen gue kedepankan yaitu tentang informasi dan pengetahuan apa yang mungkin kalian pencinta zine harus tau.
Minta do’a dan supportnya semoga suatu saat ini bisa tercapai. Amin )
Dan gue tutup dengan sebuah kata-kata sederhana ini :
“KALIAN SEMUA PUNYA POTENSI HEBAT, TINGGAL GIMANA KALIAN MEMANFAATKAN POTENSI KALIAN”

Selasa, 22 Oktober 2013

Akar Dan Dalang

Judul : Akar Dan Dalang Pembantaian Manusia Tak Berdosa Dan Penggulingan Bung Karno
Penulis : Suar Suroso
Penerbit : Ultimus [Bandung]
Tahun Terbit : September 2013
Tebal Halaman : 264 + xxx

Rasanya baru akun twitter penerbit Ultimus yang menyajikan kultwit dengan jumlah kicauan yang cukup epic. Lebih dari 1000 twit meluncur dengan tagar AkarDalang, berisi cukilan-cukilan singkat dari naskah buku yang berjudul lengkap Akar Dan Dalang Pembantaian Manusia Tak Berdosa Dan Penggulingan Bung Karno. Bukan kesimpulan yang menjadi spoiler, tapi benar-benar bagian dari isi buku yang diurutkan dari awal hingga akhir naskah. Sebelumnya Ultimus telah banyak membukukan tulisan-tulisan berupa memoar, puisi, ataupun essay dari orang-orang yang sedikitnya pernah kehilangan haknya sebagai manusia bebas akibat huru-hara politik Indonesia pada 1965. Buku ini adalah salah satunya. Ditulis oleh Suar Suroso, seorang Indonesia yang bermukim lama di luar negeri, yang karena latar belakang politiknya oleh Orde Baru diingkari keberadaannya.

Cerita seputar peristiwa 1965, PKI, ataupun kelompok kiri di Indonesia selalu menjadi topik yang ‘seksi’ untuk disimak, menjadi daya tarik dan nilai jual tersendiri. Terbukanya selubung gelap sejarah menjadi ekspektasi lebih ketika memulai membaca buku yang ‘kekiri-kirian’. Saya menikmati sajian kisah sejarah PKI di buku ini sampai-sampai lupa dengan ekspektasi awal untuk mencari beberapa jawaban mengenai rentetan peristiwa pemanggilan para Jenderal pada 1 Oktober 1965 dini hari. Namun buku ini nampaknya memang tidak dimaksudkan untuk kembali menjabarkan kronologis peristiwa pemanggilan para perwira tinggi TNI AD. Suar Suroso melihat huru-hara tahun 65 itu dari sisi yang lain, memaksudkan konteks perang dingin untuk menjelaskan penyebab layar gelap dalam sejarah Indonesia tersebut.

Logika yang berusaha dibangun melalui buku ini diawali dari penjelasan kondisi politik dunia saat perang dingin, di mana Blok Barat dan Blok Timur yang saling berebut pengaruh di negara-negara dunia ketiga. Kondisi ini dikerucutkan pada penyajian fakta mengenai keterlibatan pemerintah AS dalam penggulingan-penggulingan kekuasaan di beberapa negara untuk kemudian mendudukan pemerintahan baru yang dapat dikontrol oleh AS. Dari sana kemudian ditarik benang merah dengan yang terjadi di Indonesia, pecahnya peristiwa Gestok yang memicu tergulingnya Soekarno dan diberangusnya PKI.

Kebijakan luar negeri AS yang oleh Suar disebut-sebut sebagai politics of concealment danpolitics rollback ditengarai menjadi kebijakan awal yang menjadi akar permasalahan peristiwa 65. Pelaksanaannya dikaitkan dengan aktivitas kelompok komunis di Indonesia yang dilihat sebagai ancaman kepentingan AS. Latar belakang peristiwa 65 ini ditarik Suar jauh ke belakang yang nampaknya tidak terpilah mana peristiwa yang dapat diajukan sebagai benang merah dan mana yang hanya berupa kisah bagian dari perkembangan PKI. Cerita menarik justru pada pemaparan versi lain dari sejarah perkembangan PKI sejak masih menjadi sempalan di Syarikat Islam sampai tahun 1965. Dalam pemaparannya tidak jarang menyelipkan stereotype ‘Trotskis’ pada kelompok kiri lainnya yang ‘murtad’ dari PKI.

Saya lebih suka untuk menyebut buku ini sebagai historiografi PKI dibanding jika disebut sebagai salah satu versi dari penyingkapan seputar peristiwa Gestok. Karena toh porsi di dalamnya lebih banyak memuat sejarah perkembangan PKI, daripada berjibaku untuk menjelaskan dokumen-dokumen penting dan penerapannya sebagai bukti otentik persekongkolan antara dinas intelijen AS dengan sekelompok perwira di tubuh militer Indonesia sebagai dalang penggulingan Soekarno.Karena itu cukup disayangkan jika pertautan itu cenderung tergeneralisir dan justru lebih banyak diarahkan pada kiprah PKI yang membahayakan pihak barat, sehingga seakan-akan buku ini hanya menjadi bentuk pembelaan Suar untuk partainya dulu.

PEMBANTAIAN manusia tak berdosa dan penggulingan Bung Karno adalah maha-malapetaka menimpa Indonesia di pertengahan abad ke-20. Ini merupakan halaman hitam sejarah. Bukan saja sejarah Indonesia, bahkan sejarah dunia. Betapa tidak! Indonesia waktu itu adalah negeri besar kelima di dunia dalam jumlah penduduk. Rakyat Indonesia yang besar dan beradab telah jadi korban kebiadaban strategi negara adikuasa. Indonesia yang cemerlang, mercusuar perjuangan rakyat-rakyat sedunia melawan kekuasaan lalim imperialisme, berubah wajah jadi pengekor negara adidaya. Ini dipicu oleh Peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Peristiwa ini bukanlah hanya menyangkut Indonesia. Lebih-lebih lagi bukan hanya menyangkut Bung Karno, PKI, dan Angkatan Darat. Ini terjadi dalam dunia yang sedang dilanda Perang Dingin. Para pelaku, jagal-jagal pembantai manusia sampai para pelaku penggulingan Bung Karno hanyalah eksekutor, pelaksana sadar atau tidak sadar dari strategi Perang Dingin, yaitu pembasmian kaum komunis di mana saja muncul, termasuk pembasmian atas kaum komunis Indonesia; strategi yang bertujuan membikin punah PKI di Indonesia untuk selama-lamanya. Maka akar peristiwa ini tidaklah terdapat di Indonesia. Hanyalah dengan mengupas secara menyeluruh, mengupas saling hubungannya dengan dunia yang sedang dilanda Perang Dingin, barulah bisa membongkar akar dan menemukan dalangnya, barulah jelas-jemelas hakikat sesungguhnya peristiwa itu.
Suar Suroso lahir di Padang, Sumatra Barat, 16 Mei 1930. Setelah peristiwa 30 September 1965, pada bulan Agustus 1966 paspornya dicabut oleh KBRI Moskow; 1967 dinyatakan persona-non-grata oleh Pemerintah Sovyet karena memprotes kerja sama antar Pemerintah Uni Sovyet dan Pemerintah Indonesia di bawah rezim Soeharto. Sejak Februari 1967 meninggalkan Uni Sovyet dan bersama istri dan dua anaknya bermukim di Tiongkok. Sejumlah sajaknya dimuat dalam Di Negeri Orang, kumpulan sajak para penyair eksil di Eropa Barat. Karya-karya yang sudah dibukukan: Bung Karno Korban Perang Dingin; Peristiwa Madiun – PKI Korban Perang Dingin; Bung Karno, Marxisme, dan Pancasila; Marxisme Sebuah Kajian, Dinyatakan Punah Ternyata Kiprah; Peristiwa Madiun – Realisasi Doktrin Truman di Asia; Asal Usul Teori Sosialisme, Marxisme sampai Komune Paris; Jelita Senandung Hidup, Kumpulan Puisi Jilid 1; dan Pelita Keajaiban Dunia, Kumpulan Puisi Jilid 2.
buku-suar-surosoAKAR dan DALANG
Pembantaian Manusia Tak Berdosa dan Penggulingan Bung Karno
© Suar Suroso
Editor: Koesalah Soebagyo Toer, Bilven
Desain sampul: Dhany A.
Diterbitkan oleh Ultimus
Cetakan 1, September 2013
xxxvi + 264 hlm.; 14,5 x 20,5 cm
978-602-8331-45-6
Rp65,000
Untuk pemesanan, silakan hubungi akun twitter » @ultimusbandung @pemudamerah

Kamis, 26 September 2013

10 Lagu lokal protes terbaik


Indonesia kaya akan lagu politis, maklum sejarah panjang dikentuti rezim melahirkan juga kondisi dimana karya-karya demikian hadir. Namun, entah kenapa lagu-lagu bertemakan sosial-politik itu kebanyakan hanya berupa reportase saja. ‘Oh, tanah air ku dijarah’, ‘Oh di tanahku ada yang mati ditembak’, ‘Oh negeriku banyak orang serakah’ dan reportase sejenis lainnya yang tidak saya anggap sebagai lagu protes. Jarang ditemukan lagu yang menginspirasi, memprovokasi dan mengajak orang lain untuk berbuat. Terlebih lagu protes yang keren. Namun, sepuluh berikut saya rasa mewakili, so here we go:
1. Iwan Abdurrahman – Mentari
Lagu protes terbaik di negeri ini lahir dalam bentuk balada melankolis. Dengan latar belakang pemberontakan mahasiswa yang massif tahun 77-78 yang menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden termasuk mencela pembangunanisme-nya, kebijakan utang luar negeri serta proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Harto meresponnya dengan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) yang menempatkan militer menduduki kampus-kampus dan para aktivisnya dibui. Abah Iwan menulis lagu ini bagi mereka yang berada di garis depan dan dipenjarakan. Saat pertama kali mendengarnya, saya tak begitu peduli karena versi yang Bapak putar di tahun 80-an dulu dinyanyikan Euis Darliah tidak menarik perhatian.Hingga tiba saat kuliah dan berada ditengah-tengah massa aksi yang dengan hikmat menyanyikan lagu ini seolah himne perang sebelum merangsek barikade ‘bubur kacang hijau’ di circa 95-96an. Lirik lagunya tidak secara langsung menyerukan protes, namun memiliki kombinasi nada dan lirik yang berpotensi menginjeksi nyali dan nyaris melenyapkan rasa takut. Ketika bait terakhir “Hari ini hari milikku” habis dinyanyikan ia memiliki efek yang serupa dengan melahap sebaskom mushroom tai kerbau dan berhalusinasi jika senjata yang ditenteng tentara didepan kalian itu adalah senjata plastik, meski pada akhirnya tetap saja benjut dan bocor dipopor. Hari ini rezim tak perlu militer untuk menjinakkan perlawanan dari kampus, cukup mengetatkan waktu studi dan sederet peraturan akademis cemen untuk merubah mahasiswa menjadi kambing. Aktivisme politik mereka hari ini paling banter menjadi cunguk elit para alumnus/senior mereka yang bertebaran jadi pedagang politik di luar sana.
2. Swami – Bongkar
No matter how shitty Iwan Fals is now, saya tak bisa menyangkal ia pernah menulis salah satu lagu protes paling hebat di Indonesia.Saya bilang Iwan Fals, karena saya tak yakin anggota sisa Swami lainnya memiliki intuisi cantik dan nyali menulis dan melempar lagu yang menyerukan pemberontakan di tengah rezim yang sedang kuat-kuatnya menjajah. Lagu ini bisa ditemukan di tengah demonstrasi manapun sejak ia dirilis, dari aksi di Semanggi hingga pemogokan pabrik tekstil di Cibabat, di penggusuran PKL hingga penolakan kooptasi lahan di Bandung Utara.Saya pernah menyaksikan, pada sebuah aksi pendudukan TVRI lokal di Cibaduyut 13 tahun lampau, seorang warga yang ikut ke dalam barisan mengayunkan lempengan besi pagar ke barikade Brimob, dengan menyanyikan bait “Ternyata kita harus ke jalan/ Robohkan setan yang berdiri mengangkang”. This is an ultimate riot folk song. Dengan latar belakang protes atas penenggelaman sebuah desa untuk kepentingan pembuatan waduk di Kedung Ombo, konon lirik lagu ini sudah mengalami pengeditan setelah Iwan diyakini anggota Swami lain dan kerabatnya untuk merubahnya agar bisa tetap dirilis. Dengan kemegahan dan kekuatan lagu ini, saya hampir tak bisa percaya jika ini ditulis oleh Iwan Fals yang sama yang hari ini muncul di iklan kopi sambil menyeru ‘Bongkar!’ tiga kali dan mereduksinya menjadi lawakan komersil. Ironisnya, ini terjadi di zaman yang sudah relatif aman untuk bersuara garang dan penindasan bercorak akumulasi primitif yang melatarbelakangi lagu ini semakin nyata (jika tak bisa dibilang bertambah), dari Sampalan hingga Kulon Progo, dari Bima, Mesuji hingga Sidoarjo.
3. Efek Rumah Kaca – Di Udara
Mustahil tidak mengikutsertakan lagu ini yang nyaris menjadi favorit semua orang. Ketika pertama kali di 2007 lampau saya mendengar kabar ada band lokal baru yang keren nyerempet Jeff Buckley dan ber-folk rock ria, saya tak pernah menyangka mereka memiliki lagu protes sekuat ini. Di era pasca-reformasi membuat lagu protes yang menginspirasi adalah sesuatu yang tidak mudah karena kebanalan protes itu sendiri. Tak percaya? silahkan dengar kembali lagu-lagu protes Ahmad Dhani di “Ideologi, Sikap, Otak” yang norak itu. Dalam hal ini, Efek Rumah Kaca memberi contoh bagaimana melakukannya dengan benar (baca: keren). Pada dasarnya lagu ini mengangkat pembunuhan sistematis almarhum Munir yang dilakukan oleh negara, namun Cholil, Adrian dan Akbar menulis lagu ini dengan kekuatan lirik yang melampaui memori Munir itu sendiri. Ia bercerita tentang kekuatan tekad dan keyakinan yang tidak bisa dibungkam oleh apapun, termasuk oleh terror dan kekuatan militeristik, mengingatkan saya kembali pada konsekuensi keberpihakan namun ERK membuatnya jauh dari kesan martyrdom. Sampai sekarang bulu kuduk saya selalu berdiri ketika lagu ini mereka mainkan di panggung.

4. Hark! Its A Crawling Tartar – Syamsul Bahri Menggugat

Ucok HOMICIDE "Usung Kritik dalam Lirik Sarkastis"

Bandung - Mungkin banyak yang tidak mengenal nama Heri Sutresna (35). Tapi coba sebut saja nama populernya Ucok Homicide, perannya dalam perkembangan scene hip hop di Indonesia khususnya Bandung sudah tak terkatakan lagi.

Setiap lirik musiknya mengandung nada sarkastis dan tajam yang menyorot pada kondisi sosial dan politik tanah air yang gonjang ganjing. Homivide, menjadi grup hip hop yang dalam perjalanannya sempat menuai kontroversi. Meskipun demikian Ucok hanya menyikapinya dengan santai.

"Indonesia pasca 1998 adalah Indonesia dengan euforia demokrasi, yang artinya akan ada sejumlah pihak yang meledak dan tidak bisa memaknai arti demokrasi itu sendiri. Ya itu sebuah resiko dari suatu pergerakan. Namun yang semacam itu akan terus berulang," ujar Ucok panjang lebar.

Selain lirik bernada kritis, Ucok memiliki idealisme tinggi. Ucok dan Homicide jarang tampil di acara-acara besar bersifat komersil. Menurutnya, bermusik tidak harus terekspos secara kasat mata.

"Acara-acara besar biasanya mengusung label besar sponsor. Jujur saja kita memang menghindari label-label korporat semacam itu" ujar Ucok lagi.

Namun tidak berarti Ucok menolak semua tawaran yang berbumbu komersil. "Kalau acaranya masih dalam tataran yang logis seperti donasi ke korban bencana ya kenapa tidak kita bantu," kata Ucok seraya menghisap rokoknya dalam-dalam.

Uniknya, sekalipun jauh dari kata komersil banyak pihak yang menyanjung musikalitas Ucok dan Homicide. "Ya, itu bisa jadi karena kita memainkan musik tanpa pakem A,B,C atau apapun. Toh apa yang kita mainkan kita biarkan mengalir bebas begitu saja," ujar Ucok bijak.

sumber:http://bandung.detik.com

Rabu, 03 Juli 2013

What?

Ya jomblo... itu bisa di bilang nasib bisa juga di bilang pilihan. Siapa sih yang mau hidup sediri alias jomblo?
Pasti semua orang gak pengen hidup sendiri pasti punya keinginan mempunyai pasangan, tapi disini gue mau jujur, gue juga pengen punya pasangan yang bisa perhatian sama gue. Kalau pagi ada yg ngucapin "selamat pagi sayang, semangat ya" terus bilang "jangan lupa makan ya sayang'' aaaaah...
Tapi disisi lain seorang pasangan (cowok) punya tanggung jawab yang lebih besar, nah disini gue belum bisa. Contoh aja kaya jajanin ngajak keluar makan bukan masalah ceweknya yg matre tapi emang gak bisa di pungkirin itu salah satu tanda kasih sayang terhadap pasangan. Terus masalahnya gue sendiri uang jajan masih minta orang tua belum bisa nyari sendiri. Jujur gue malu kalau pacaran harus minta uang ke orang tua, mangkanya gue belum berani buat nyari pacar, gue pengen kerja biar dapet penghasilan sendiri, jajanin pacar pakek uang dari jeri payah sendiri menurut gue itu hal yang sangat keren :)

Jumat, 21 Juni 2013

Jangan takut gagal

        Jangan takut gagal, jangan takut susah, jangan takut miskin, jangan takut kalah.
Takut ini dan takut itu hanya akan melemparkan kamu ke pojokan sendirian. Kamu mematikan semua panca indra kamu demi sepotong rasa aman yang semu. Kamu merasa aman-aman saja di dalam sebuah gelembung. Tentu saja, sebab sebenarnya kamu tidak kemana-mana, tidak melihat apa-apa, tidak mendengar apa-apa, tidak bicara apa-apa. aman, sendirian, dan kesepian. Dan tak punya pengalaman apa-apa. Kasihan.
       Padahal, hal terburuk apa sih yang terjadi jika kamu beraksi dan lalu gagal? mungkin ada yang mencibir, itu saja kok.
Masak iya kamu tak mampu mengatasi semua itu? luka dan darah akan memperkaya hidup. Menjadi bagian sejarah hidup kamu yang kamu banggakan :)